Optimisme Semu
Tanggal
30 Mei 2015 waktu Zurich FIFA sebagai organisasi induk sepak bola dunia
memberikan sanksi untuk PSSI sebagai organisasai yang membawahi persepakbolaan
nasional. Sanksi diberikan karena ada intervensi pemerintah Indonesia terhadap
PSSI. Setelah sanksi dijatuhkan. Persiden kita Joko Widodo sebagai pendukuang
penuh keputusan Menpora membeberkan fakta kalau PSSI dan persepakbolaaan Indonesia
katanya ‘tidak punya prestasi’, begitu katanya.
Yah, dia membacakan catatan yang dibawanya. Catatan buruk persepakbolaan Indonesia. Saya rasa presiden mendapat contekan dari orang-orang yang tidak mengikuti persepakbolaan Indonesia dan mungkin saja catatan itu ia peroleh dari orang-orang yang sama sekali tidak mengerti bola tapi memaksakan untuk mencari fakta. Fatalnya fakta yang diberikan hanya fakta negatif dari persepakbolaan Indonesia. tidak diimbangi dengan fakta tentang prestasi.
Yah, dia membacakan catatan yang dibawanya. Catatan buruk persepakbolaan Indonesia. Saya rasa presiden mendapat contekan dari orang-orang yang tidak mengikuti persepakbolaan Indonesia dan mungkin saja catatan itu ia peroleh dari orang-orang yang sama sekali tidak mengerti bola tapi memaksakan untuk mencari fakta. Fatalnya fakta yang diberikan hanya fakta negatif dari persepakbolaan Indonesia. tidak diimbangi dengan fakta tentang prestasi.
Tahun
lalu timans U-19 kita juara AFF, setelah sekian lama tidak mejuarai kompetisi
antar negara Asia Tenggara tersebut. Kemudian timasn kita juga masuk final dua
kali. Lalu klub perspura yang masuk semifinal dan mungkinmasih banyak kemajuan
yang ditunjukan persepakbolaan indonesia. Kemana kemudian data-data itu samapi
tidak diketahui persiden. Harusnya disitulah persiden menyaurakan revolusi
mental. Lewat perkembangan-perkembangan yang
prestasi yang sudah dicapai.
Dalam
hal ini saya enggan menyebut PSSI saya menyebut persepakbolaan Indonesia,
karena saya bukan membela PSSI bahkan saya tidak sama sekali mendukung Menpora.
Perlu diketahui juga bahwa yang ‘mati’ bukan hanya PSSI. Tapi optimisme para
pemain sepak bola indonesia, para pecinta sepakbola indonesia dan para
supporter yang fanatik yang senantiasa mendukung timnnya bermain. Lalu
bagaimana seorang Menpora memperbaiki mental yang ambruk karena surat pembekuan
yang dibuat olehnya. Dalam wawancaranya di stasiuin televisi Menpora mengatakan
bahwa sanksi FIFA ini adalah momentum untuk bangkitnya sepakbola Indonesai dan
dia optimis untuk memperbaiki sepakbola indonesia dari nol!
Dia
mencoba mengembalikan persepakbolaan Indonesia kembali ke nol! Sadarkah beliau,
membangun sepakbola itu butuh waktu dan tidak cukup dengan masa jabatannya
selama lima tahun. Itu pun kalau seandainya dia tidak diganti atau terkena reshuffle ditengah jalan. Optimisme
macam inilah yang coba Menpora sebarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia,
khususnya pecinta sepakbola. Kemudian sebagai pemimpin Indonesia, persiden Joko
Widodo mengatakan setelah memaparkan fakta ‘negatif’ tentang sepakbola Indonesia,
juga mengatakan optimis kalau sepakbola indonesia bisa bangkit sekalipun
mendapatkan sanksi dari FIFA.
Lagi-lagi
optimisme dilontarkan, kali ini oleh pemimpin negara kita. Tapi berlawanan
dengan fakta, bahwa majunya sepakbola Indonesia mustahil bisa maju sementara
klub bahkan timnas tidak bisa bertanding di kancah Asia bahkan dunia. Kalau pun
misalkan kompetisi berjalan, akan kemana pemenang kompetisi yang sudah susah
payah menjalani kompetisi dari nol. Kita ingat dulu setelah kompetisi selesai
dan muncul juara liga. Klub yang juara selanjutnya akan mengikuti kompetisi
liga antar negara Asia bahkan dunia. Kemudian masalah sponsor. Mendanai sebuah
klub bahkan kompetisi tidaklah sedikit, maka dari itu tahun lalu pemerintah
mengeluarkan aturan bahwa klub tidak boleh di danai oleh APBD.
Maka
sponsor menjadi alternatif untuk klub-klub yang bertanding di liga. Kita lihat
tahun lalu klub sudah bisa menggaet dan mendapatkan sponsor itu karena liga
masih diakui FIFA. Sekarang? Apa masih mau sponsor mendukung klub dan mendanai
klub untuk kompetisi yang tidak sama sekali diakui FIFA dan tidak jelas
arahnya. Sungguh sangat disesalkan. Ketika kita sendang membangun sepakbola
tapi di tengah jalan disuruh untuk kembali ke nol.
Mafia yang semu
Memandang
PSSI sebagai sarang mafia mungkin menjadi alasan Menpora ingin membenahi
sepakbola indonesia. Menpora menjadi so
powerful, setelah memebekukan, menginvestigasi, juga sebagai eksekutor yang
akan membubarkan kepengurusan saat ini. Kita lihat KPK, ketika KPK juga sama
melihat tubuh kepolisian DPR dan lembaga lainnya terdapat mafia-mafia yang
bermain, ingin memperbaiki institusi pemerintahan yang korup. KPK hanya
menangkap dan menyelidiki para mafia dan menjebloskan ke dalam penjara.
Sekarang kita mendengar Menpora sering mengatakan ada mafia di dalam tubuh PSSI. Menpora rupanya tidak seperti KPK: menangkap dulu baru mengatakan kalau ada mafia di dalam institusi tersebut. Tapi justru yang dilakukan Menpora malah sebaliknya, mengatakan ada mafia dulu, kemudian entah kapan akan ditangkap. Kami pun sebagai masyarakat sangat mendukung Menpora ketika mempunyai keinginan untuk menajuhakan sepakbola indonesai lewat PSSInya, bebas dari mafia. Tapi bahakan sampai detik ini kita tidak tahu siapa mafia tersebut. Semu.
Sekarang kita mendengar Menpora sering mengatakan ada mafia di dalam tubuh PSSI. Menpora rupanya tidak seperti KPK: menangkap dulu baru mengatakan kalau ada mafia di dalam institusi tersebut. Tapi justru yang dilakukan Menpora malah sebaliknya, mengatakan ada mafia dulu, kemudian entah kapan akan ditangkap. Kami pun sebagai masyarakat sangat mendukung Menpora ketika mempunyai keinginan untuk menajuhakan sepakbola indonesai lewat PSSInya, bebas dari mafia. Tapi bahakan sampai detik ini kita tidak tahu siapa mafia tersebut. Semu.
Seperti
halnya optimisme yang sedang Menpora suarakan: optimis membenahi sepakbola Indonesia
dan optimis sepakbola Indonesia akan maju dan berkembang walau pun sanksi FIFA
dijatuhkan. Sekali pun dunia tidak mengakui adanya sepakbola Indonesia, kita dijejeli optimisme yang tidak relevan
dengan fakta yang ada. Itulah optimisme Menpora kita.
Mantan
pelatih timnas Rahmat Darmawan, dalam salah satu wawancara di televisi nasional
mengatakan.
“Jika Menpora memang ingin memperbaiki sepakbola Indonesia seharusnya lewat infrastruktur: membangun stadion-stadion kelas internasional dan juga ifrastruktur persepakbolaan lainnya.”
Saya
rasa Menpora harusnya berlaku demikian. Memperbaiki infrastruktur
persepakbolaan kita, bukan membekukan lembaga yang manaunginya.
Selain
infrastruktur memupuk benih pesepakbola sejak dini lewat bantuan dan dan
keperdulian terhadap sekolah-sekolah sepakbola harusnya juga dilakukan oleh
Menpora sebagai pihak pemerintah. Jika memang ingin memperbaiki perespakbolaan
nasional. Disitulah Menpora harusnya berperan memanfaatkan celah yang kurang
terurus oleh PSSI. Bukan membekukannya. Sekali lagi harusnya optimisme ini
tumbuh dalam dukungan pemerintah terhadap persepakbolaan Indonesia, agar kita
sebagai masyarakat penikmat sepakbola bisa merasakan semangat optimisme yang
nyata! Sekarang kita tunggu apakah semangat optimisme menpora akan menjadi nyata
atau memang akan menjadi sebuah optimisme semu.
Comments
Post a Comment