Perjalanan


Perjalanan hidup itu seperti menerawang jarak ratusan kilometer tanpa lampu penerang. Gelap gulita. Tak tahu akan ada apa di depan kelak. Kita hanya tahu saat ini kita sedang berdiri dimana. Satu menit kedepan pun kita tak tahu akan terjadi apa dan akan ada apa di dalam kehidupan yang kita jalani di dalam waktu sedetik itu.

Tapi bukankah disitu letak keasyikannya? Berjalan tanpa tahu di depan ada apa, untungnya kita masih boleh meraba-raba – yang sering kita sebut cita-cita dan harapan atau sejenisnya – dan itu dianjurkan.


Yang jelas ditengah kegelapan ini, harus ada tempat untuk kita bergantung dan bersandar. Yah, Dia lah ‘tempat’ kita, untuk memohon penerang dalam jalanan yang gelap gulita. Kita meminta cahanyaNya agar bentangan jalan yang entah sampai berapa jauh lagi ini bisa kita nikmati dengan aman dan tenang, dengan penuh rasa gembira dan penuh cinta.

Seperti bibit pohon yang berada di pegunungan. Cahaya yang menerpanya membuat dia terus tumbuh. Ada interaksi diantara keduanya ada pula kerinduan di antara keduanya. Cahaya yang menyinari sang bibit pohon dan sang bibit pohon yang mencari cahaya. Mereka saling mencintai. Hingga tumbuhlah pepohonan rindang, kokoh akarnya, kekar batangnya lebat dedaunannya menjadi paru-paru alam semesta.


Ternyata gelap itu terjadi ketika kita belum menyadari dan mungkin Dia belum memberikan kita kesadaran atau bahkan kita yang menjauh dari rasa sadar itu. Dan mungkin kita juga belum menemukan bahwa ada cahaya yang sangat terang benderang di bentangan jalanan yang gelap gulita. Itulah yang harus kita cari. Cahaya penerang perjalanan kehidupan kita. Cahaya di atas cahaya.

Comments

Popular posts from this blog

Hal Sederhana Yang Menuntut Ketidaksederhanaan

Mbah Adam dan Kedewasaan

Bibit dan Sumber Mata Air