Bagaimana cara menyampaikannya?
Pandu sedang belajar menjadi orang yang menjadikan dunia bukan sebagai
tujuan dan faktor hidup utama. Namanya juga sedang belajar kadang dia lupa
dengan misi belajarnya yang ia ikrarkan kepada dirinya sendiri. Kemudian ia sadar
kembali dan mengulanginya lagi dan lagi. Pemikiran itu ia dapat dari berbagai
kesimpulan dan hasil pencarian dari
tempat-tempat yang biasa
dan bisa ia datangi dan juga
orang-orang yang memberinya banyak pelajaran secara langsung maupun tidak
langsung – baik yang bersua bertatap muka maupun berjumpa dengan sekejap mata.
Ada banyak manusia seperti Pandu dengan tingkatan atau maqom yang
bermacam-macam pula. Hanya saja maqom itu tidak berlaku untuknya, karena dia
orang yang mencari jalan sepi tanpa melalui jalur-jalur yang seharusnya. Dia
hanya sempoyongan, gelandangan dan urakan dalam mencari nilai hidup dan tujuan
hidup yang sebenarnya. Apa dan siapa saja yang ia temui maka mereka bisa otomatis menjadi
gurunya. Bahkan hewan saja menjadi guru seorang Pandu. Karena dia merasa lebih rendah
daripada hewan yang kadang ia jumpai di perjalanannya.
Manusia tidak jelas
adalah deskripsi untuk sebagian orang pada perilakunya. Pandu pun menerimannya. Karena menurutnya lebih mending dia, daripada manusia yang tidak menyadari dirinya siapa bahkan tidak sadar bahwa
dia adalah hewan.
Tak sedikit kata-kata
yang kurang enak masuk melalui sela-sela lubang telinganya.
Tapi dia tidak mengasingkan diri, ia membaur dengan manusia yang tak kenal apa itu kesunyian sejati. Dia sudah asing di mata mereka yang belum menemukan kesejatian hidup dan masih menjadikan dunia menjadi faktor utamanya. Pandu pun sebenarnya masih belajar dan masih berjalan menemukan kesejatian hidup itu, tapi dia sudah agak-agak lumayan. Sudah mulai melangkah.
Tapi dia tidak mengasingkan diri, ia membaur dengan manusia yang tak kenal apa itu kesunyian sejati. Dia sudah asing di mata mereka yang belum menemukan kesejatian hidup dan masih menjadikan dunia menjadi faktor utamanya. Pandu pun sebenarnya masih belajar dan masih berjalan menemukan kesejatian hidup itu, tapi dia sudah agak-agak lumayan. Sudah mulai melangkah.
Baru belajar melangkah saja keasingannya bukan main, apalagi jika sudah
melangkah sangat jauh. Mungkin dia akan disebut gila!
Pernah di satu
kesempatan dia sedang duduk-duduk di sofa bersama teman kerjanya – sebut saja
Kudil - kemudian temannya berkata “kamu
jangan mengandalkan gaji dari sini terus Du. Kamu harus cari penghasilan yang lain biar bisa
naik penghasilan kamu jangan segitu-gitu terus” katanya sambil dolanan laptop. “kamu juga jangan
terlena dengan pujian yang bos sering bilang sama kamu, nanti kamu terlena jadi
kamu gak maju-maju” lanjutnya.
Pandu merasa sangat diperhatikan oleh kudil, ternyata diam-diam Kudil mulai
care dengannya. Pertanda bahwa Kudil menganggap
Pandu sebagai teman ‘beneran’ olehnya. Terlihat dari
nasehat dan motivasi Kudil. Pandu merasa terharu, sekaligus merasa lucu.
Terharu karena sudah jelas apa yang dikatakan Kudil padanya adalah sebuah
keperdulian yang sangat kepada Pandu. Dimana dia akan menemukan teman seperti Kudil, karena
mungkin saja jumlahnya yang mulai menipis. Kudil memang luar biasa.
Tapi dia juga merasa lucu dan agak-agak sedih sedikit. Lucu karena, Kudil sangka
Pandu mengandalkan ‘orang’, dia mengandalkan uang, mengandalkan penghasilan dan
mengandalakan pekerjannya. Kudil salah besar melihat Pandu jika dengan
pandangan sesempit itu. Ya memang itu ada dalam kehidupannya tapi bukan itu
yang dia andalkan. Pandu adalah pejalan (katanya), yang dia andalkan hanya Dia
yang Maha Bisa Diandalkan. Selain itu bukan apa-apa dan bukan faktor apa-apa,
mereka hanya debu saja seperti dirinya.
Kudil pikir Pandu sedang bekerja dan mencari uang. dia kurang paham bahwa
Pandu hanya menjalani apa yang dikehdaki-Nya. Dia sedang belajar memahami dan
menerima apa yang Maha Bisa Diandalkan gariskan untuknya. Sukur yang harus
Pandu sering ucapkan, dan mohon ampunan di setiap detik hidupnya. Pandu tidak
merasa punya kuasa dan daya apa-apa sehingga dia bisa sampai duduk dengan Kudil
saat itu. Karena bukan dia yang mengatur. Bahkan dia tidak bisa mengatur jadwal
kencing dan buang hajatnya sendiri.
Disitu Pandu hanya tersenyum-senyum. Kemudian Kudil mengingatkan Pandu
supaya tidak terlena dengan pujian yang bos berikan. Warning yang Kudil berikan
pada Pandu sangat luar biasa, agar manusia tidak tenggelam dalam pujian
sesamanya. Tapi Kudil sepertinya kurang paham lagi, bahwa Pandu itu tidak layak
dipuji dan disanjung karena sanjungan atau pujian yang mengarah kepadanya bukan
untuk dia tapi untuk Dia yang Maha Luar Biasa.
Maka Pandu tidak pernah merasa terpuji dan lain-lain, mungkin ada sedikit
rasa senang di dalam hati Pandu tapi kesenangan itu bukan dari pujian melainkan
dia merasa melakukan pekerjannnya dengan baik. Karena pekerjaan itu adalah
amanat. Dimana dia ditakdirkan untuk berada di tempat manapun dan di belahan bumi manapun maka
disitu dia harus berlaku dan berbuat baik. Termasuk di kantor, dia harus
melakukan hal baik,
melakukan pekerjaannya dengan baik. Kerena itu juga adalah bagian dari rasa
sukur atas pekerjaan yang Maha Luar Biasa berikan.
Kudil teman yang baik. Pandu sadar akan hal itu dia juga mengapresiasinya
akan tapi rupanya Kudil belum bisa sampai melihat dimensi-dimensi diluar
matrealistik yang ada pada diri seorang Pandu dan dunianya. Untuk itulah Pandu kebingungan.
Dia bingung bagaimana cara menyampaikannya pada Kudil. Saking bingungnya, dia
sampai-sampai merasakan kantuk yang luar biasa, bahkan dia sempat tidur sekejap
di sofa kemudian dia bangun dan mencuci muka dan lekas tidur.
Esok paginya dia menuliskan kebingungannya. Dia hanya bisa menulis pada
lembaran Microsoft Word bahwa dia bingung bagaimana cara menyampaikan maksudnya pada teman baiknya.
Bang topik? Is that you?
ReplyDeleteAgam pangling, toples writenya kemana?
iya ini aku Lu :)))) pindah sini
Delete