Aku tak mampu menjadi dia, dan menjadi seperti mereka. Begitu juga mereka tak akan mampu menjadi aku. Karena kita berbeda satu sama lain. Walaupun hakikatnya sama dan satu. Jadi untuk apa aku harus menjadi dia dan menjadi mereka seperti mereka yang pasti menolak menjadi sepertiku. Maka aku adalah aku. Dan aku bukan siapa-siapa. Begitu juga seharusnya mereka. Di hadapan Dia yang Tunggal kita sirna, tak berbekas. Catat itu! Itu yang aku temukan di dalam pembelajaran tanpa institusi dan parameter ukuran angka dengan jarak yang masih terlampau jauh. Panjang jalan yang telah aku lalui, sekarang pun baru aku seperempat jalan dari miliaran kilometer. Semakin jauh kita melangkah. Banyak yang akan kita temukan dan berakhir dengan kemanunggalan. Aku percaya pada prinsip itu. Terutama dalam langkah mencari diri yang sejati.
Blog ini lumayan lama tapi sudah lama juga tidak pernah saya isi. Ngomong-ngomong soal isi, saya ingat dulu waktu seorang teman bertanya ‘nanti blognya di isi apa’ ketika dia ingin memulai ngeblog. Kemudian saya jawab kalau blog dia harus diisi dengan tulisan. Untuk itu saran saya pada dia untuk banyak-banyak menulis sebelum dia bikin blog. Karena membuat blog atau website itu sangat mudah dan gampang tinggal kita memikirkan apa yang menjadi konten di dalam blog atau website tersebut. Kini sepertinya nasehat atau saran saya itu memang benar adanya. Karena saya mengalaminya sendiri sekarang. Ketika membuat blog malah bingung mau di isi apa. “Ya di isi tulisan Pik” saya jawab sendiri di dalam hati. Membuatnya mudah mengisinya yang susah. Susah bila kita malas. Seperti saya ini. Hehe Alasan saya menulis lagi di sini adalah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan juga sebagai terapi. Itu alasan utamanya dan alasan lainnya nanti menyusul mungkin saya akan monetise blog...
Perjalanan hidup itu seperti menerawang jarak ratusan kilometer tanpa lampu penerang. Gelap gulita. Tak tahu akan ada apa di depan kelak. Kita hanya tahu saat ini kita sedang berdiri dimana. Satu menit kedepan pun kita tak tahu akan terjadi apa dan akan ada apa di dalam kehidupan yang kita jalani di dalam waktu sedetik itu. Tapi bukankah disitu letak keasyikannya? Berjalan tanpa tahu di depan ada apa, untungnya kita masih boleh meraba-raba – yang sering kita sebut cita-cita dan harapan atau sejenisnya – dan itu dianjurkan.
Comments
Post a Comment