Dalam beberapa hari saja saya sering mendengar potongan-potongan quote atau dalam istilah orang-orang di sekitar saya tinggal, itu dinamakan kata-kata bijak. Entah sebijak apa kata-kata tersebut dan apakah mereka telah salah mengalamatkan sebuah kategori yang harusnya bukan pada kata-katanya tapi kepada siapa yang mengeluarkan dan mengelaborasi kata-kata tersebut. Agaknya memang salah. Mungkin memang harus diuabah atau semacamnya. Terserah saja saya hanya menyumbang pemahaman akan sebuah prase yang sepertinya telah salah alamat. Mungkin. Mungkin kita juga bisa mengambil alternatif berpikir lain. Kalau kata-kata bijak itu adalah memang milik kata-kata itu sendiri, artinya siapa pun yang mengatkannya mereka hanya sebagai media yang mengharuskan kata-kata itu keluar dan menjadi konsumsi banyak orang. Bahkan bisa menjadi sebuah 'nasehat' bagi sebagian orang yang sedang kebingungan dalam menghadapi hidup, atau bagi orang yang sedang mencari kebenaran atas apa pun
Kekuasaan dan agama adalah dua hal yang saling melengkapi, keduanya saling mengisi. Tapi apa jadinya jika salah satunya dimanfaatkan untuk menggapai tujuan tertentu. Agama dimanfaatkan untuk mendulang suara agar seseorang menjadi penguasa. Adakah kekuasaan yang dimanfaatkan oleh agama? Tentu ada. Hanya saja yang lebih sering adalah agama yang dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan. Keduanya sama-sama berasal dari manusia yang melihat potensi ‘keuntungan’ besar menjadi pengikut agama tertentu. Dan memanfaatkannya sebagai alat untuk memperkaya diri dengan materi , menumpuk dunia di dalam dirinya. Untuk itulah ditengah ketidakjelasan – mana yang benar-benar mengatasnamakan agama dan mana yang memanfaatkan agama untuk kepentingan kekuasaan dan mungkin juga kepentingan pribadi – kita harus sadari bahwa agama bukan tujuan. Agama bukan Tuhan kita. Tujuan kita adalah Tuhan. Kita mengenal agama karena ingin mengenal Tuhan, ingin menuju kepadaNya dan menyatu bersamaNya. Agama a
Hidup itu harus pintar ngegas dan ngerem. Begitu kata mbah Nun. Kata-kata itu pula dijadikan sebuah judul buku oleh beliau. Insallah ada duit saya beli mbah. Hehe Seperti makna dan hakikat kisah Adam. Kita bisa belajar tentang ngegas dan ngerem. Dikisahkan mbah Adam waktu itu diberikan kebebasan oleh Tuhan untuk melakukan apa saja di taman tempat ia tinggal, tapi Tuhan melarang mbah Adam dan pasangannya mendekati satu pohon dan memakan buahnya.
Comments
Post a Comment