Merefleksikan Nama-Nya
Kekuasaan dan
agama adalah dua hal yang saling melengkapi, keduanya saling mengisi. Tapi apa
jadinya jika salah satunya dimanfaatkan untuk menggapai tujuan tertentu. Agama
dimanfaatkan untuk mendulang suara agar seseorang menjadi penguasa. Adakah
kekuasaan yang dimanfaatkan oleh agama?
Tentu ada. Hanya
saja yang lebih sering adalah agama yang dimanfaatkan untuk kepentingan
kekuasaan. Keduanya sama-sama berasal dari manusia yang melihat potensi
‘keuntungan’ besar menjadi pengikut agama tertentu. Dan memanfaatkannya sebagai
alat untuk memperkaya diri dengan materi,
menumpuk dunia di
dalam dirinya.
Untuk itulah
ditengah ketidakjelasan – mana yang
benar-benar mengatasnamakan agama dan mana yang memanfaatkan agama untuk
kepentingan kekuasaan dan mungkin juga kepentingan pribadi – kita harus sadari
bahwa agama bukan tujuan. Agama bukan Tuhan kita. Tujuan kita adalah Tuhan.
Kita mengenal agama karena ingin mengenal Tuhan, ingin menuju kepadaNya dan
menyatu bersamaNya. Agama adalah jalan dan cara.
Jika salah regulasi
berpikir kita terhadap hal mendasar ini kita bisa terpeleset. Untuk itulah kita
harus terus menerus mencari kebenaran yang sebenar-benarnya. Kita harus
mengenal kebenaran, dari siapa kebeneran itu datang; apakah kebenaran individu,
kolektif, kelompok, organisasi, dan lain-lain?
Mana yang akan
kita pilih?
Tentu kebenaran
dari Tuhan. Tapi bagaimana cara Tuhan menunjukan kebenarannya?
Entahlah, aku
merasa bukan siapa-siapaNya – bahkan sebagai hamba pun aku yang mengaku-ngaku
saja. Tapi mungkin menurut ku ada beberapa cara untuk kita bisa tahu kebenaran
yang Tuhan tunjukan pada kita.
Salah satunya
adalah dengan menunjukan bahwa kita siap
menerima kebenaran itu dan cukup toleran terhadap kebenaran yang masih orang
lain (sedang) cari dan pahami sehingga menjadikan kita merefleksikan nama Tuhan
yang Maha Welas Asih juga Maha Bijaksana. Kita juga siap untuk menjadikan
nama-nama Tuhan lainnya sebagai cermin prilaku kita terhadap
orang lain.
Comments
Post a Comment